Minggu, Juli 22, 2012

KROMATOGRAFI "materia medika"



Kromatografi adalah cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang ada dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan, atau penukaran ion pada zat padat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir. Zat yang diperoleh dapat digunakan untuk percobaan identifikasi atau penetapan kadar. Kromatografi yang sering digunakan adalah kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi gas. Sebagai bahan penyerap selain kertas digunakan juga zat penyerap berpori, misalnya aluminiumoksida yang diaktifkan, asam silikat atau silika gel kiselgur dan harsa sintetik. Bahan tersebut dapat digunakan sebagai penyerap tunggal atau campurannya atau sebagai penyangga bahan lain. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih berguna untuk percobaan identifikais karena cara ini khas dan mudah dilakukan untuk zat dengan jumLah sedikit. Kromatografi gas memerlikan alat yang lebih rumit, tetapi cara tersebut sangat berguan untuk percobaan identifikasi dan penetapan kadar. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 523)

1. Kromatografi Kolom
Kromatografi Penyerapan
Zat penyerap ( misalnya aluminium oksida yang telah diaktifakan, silika gel, kiselgut terkalsinasi, dan kiselgur kromatografi murni ) dalam keadaan kering atau setelah dicampur dengan sejumLah cairan dimapatkan kedalam tabung kaca atau tabung kuarsa denan ukuran tertentu dan mempunyai lubang pengalir keluar dengan ukuran tertentu.
SejumLah sediaan yang diperiksa dilarutkan dalam sedikit pelarut ditambahkan pada puncak kolom dan dibiarkan mengalir dalam zat penyerap. Zat berkhasiat diserap dari larutan oleh bahan penyerap secara sempurna berupa pita sempit pada puncak kolom. Dengan mengalirkan pelarut lebih lanjut, dengan atau tanpa tekanan udara, masing-masing zat bergerak turun dengan kecepatan khas hingga terjadi pemisahan dalam kolom yang disebut kromatogram. Kecepatan bergerak zat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya daya serap zat penyerap, sifat pelarut dan suhu dari sistem komatografi.

Kromatografi Pembagian
Pada kromatografi pembagian, zat yang harus dipisahkan terbagia atas dua cairan yang tidak bercampur. Salah satu cairannya yaitu fase tidak gerak atau fase yang lebih polar biasanya diserap oleh zat penyerap padat, karena itu memberikan daerah permukaan yang sangat luas keada pelarut yang mengalir atau fase gerak atau fase yang kurang polar dan menghasilkan pemisahan yang baik yang tidak dapat dicapai pada pengocokan. Kromatografi pembagian dilakuakn dengan cara mirip dengan kromatografi penyerapan. Dalam hal tertentu lebih baik zat yang diperiksa yang telah dilarutkan dalam fase tidak bergerak ditambahkan pada sedikit zat penyerap, kemudian campuran ini dipindahkan pada puncak kolom. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 523).

2. Kromatografi Kertas
Pada kromatografi kertas sebagai penyerap digunakan sehelai kertas dengan susunan serabut atau tebal yang cocok. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut tunggal dengan proses yang analog dengan kromatografi penyerapan atau menggunakan dua pelarut yang tidak dapat bercampur dengan proses analaog dengan kromatografi pembagian. Pada kromatografi pembagian fase bergerak merambat perlahan-lahan melalui fase tidak bergerak yang membungkus serabut kertas atau yang membentuk kompleks dengan serabut kertas. Perbandingan jarak perambatan suatu zat terhadap jarak perambatan fase bergerak dihitung dari titik penetesan larutan zat dinyatakan sebagai Rf zat tersebut. Perbandingan jarak perambatan suatu zat dengan jarak perambatan zat pembanding kimia dinyatakan sebagai Rr. Letak bercak yang diperoleh dari zat yang dikromatografi dapat ditetapkan dengan cara berikut :
a. Pengamaatan langsung, jika tampak dengan cahaya biasa atau dengan sinar ultra violet
b. Pengamatan dengan cahaya biasa atau dengan sinar ultraviolet setelah kertas disemprot dengan pereaksi yang dapat memberikan warna pada bercak.
c. menggunakan pencacah geiger-muler atau otora diografik jika ada zat radioaktif.
d. menempatkan pita atau potongan kertas pada medium perbiakan yang telah ditanami untuk melihat hasil stimulasi atau pertumbuahan bakteri.
Alat yang digunakan berupa bejana kromatogarfi raltahan korosi , bak pelarut, batang kaca anti sifon dan kertas kromatografi. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 525).

3. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan zat secara cepat dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap pembagian atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. KLT dengan penyerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas karena itu pada lempeng yang sama disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari zat pembanding kimia lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan ukuran yang lebih kurang sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kadar. Penetapan kadar yang lebih teliti dapat digunakan dengan cara densito metri atau dengan mengambil bercak dengan hati-hati dari lempeng, kemudian disari dengan pelarut yang cocok, dan ditetapkan dengan cara spektrofotometri. Pada KLT 2 dimensi lempeng yang telah dievaluasi diputar 900 dan dievaluasi lagi umumnya menggunakan bejana lain yang berisi pelarut lain. Alat yang digunakan adalah lempeng kaca, baki lempeng, rak penyimpanan, zat penyerap, alat pembuat lapisan, bejana kromatografi, sablon, pipet mikro, alat penyemprot pereaksi, pelarut, dan lampu ultraviolet. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 528).

4. Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah satu cara pemisahan kromatografi dimana sebagai fase bergerak digunakan gas yang disebut gas pembawa. Jika sebagai fase tidak bergerak digunakan zat padat yang disebut kromatografi gas padat dan jika sebagai fase tidak bergerak digunakan cairan disebut kromatografi gas cairan. Alat yang digunakan antara lain : tempat penyuntikan yang terletak dimuka kolom kromatografi, kolom kromatografi dari kaca atau baja tahan karat berisi bahan padat penyangga halus yang cocok dan dilapisi dengan fase tidak bergerak, detektor yang dihubungkan dengan alat pencatat. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 531).

Anonim 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Selasa, Juli 10, 2012

INTRAVENA (IV)

intravena - i.v
1. Pengertian
Memasukkan cairan obat langsung kedalam pembuluh darah vena sehingga obat langsung masuk ke dalam sistem sirkulasi darah.

injeksi-iv
 2. Lokasi
a. Pada lengan (vena mediana cubiti / vena cephalica )
b. Pada tungkai (vena saphenosus)
c. Pada leher (vena jugularis) khusus pada anak
d. Pada kepala (vena frontalis, atau vena temporalis) khusus pada anak

3. Indikasi
Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain:
  • Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya perawatan.
  • Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.
  • Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).
  • Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
  • Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
 4. Peralatan
a.    Spuit
Terdiri dari tabung (barrel) berbentuk silinder dengan bagian ujung (tip) didesain tepat berpasangan dengan jarum hipodermis dan alat penghisap (plunger) yang tepat menempati rongga spuit. Spuit secara umum diklasifikasi sebagai Luer-lok atau nonLuer-lok. Nomenklatur ini didasarkan pada desain ujung spuit. Spuit Luer-lok memerlukan jarum khusus, yang melilit naik ke ujung spuit dan terkunci aman ditempat. Desain ini mencegah jarum terlepas karena kurang hati-hati. Spuit nonLuer-lok memerlukan jarum yang dapat langsung terpasang ke ujung spuit. Kebanyakan institusi pelayanan kesehatan menggunakan spuit plastik sekali pakai yang tidak mahal dan mudah dimanipulasi. Spuit dibungkus terpisah dengan atau tanpa jarum steril dalam sebuah bungkus kertas atau wadah plastik yang kaku.
Perawat mengisi spuit dengan melakukan aspirasi, menarik pengisap keluar sementara ujung jarum tetap terendam didalam larutan yang disediakan. Perawat dapat memegang bagian luar badan spuit dan pegangan penghisap. Untuk mempertahankan sterilitas, perawat menghindari objek yang tidak steril menyentuh ujung spuit atau bagian dalam tabung, hub, badan pengisap atau jarum. Spuit terdiri dari berbagai ukuran, dari 0,5 – 60 ml. Tidak lazim menggunakan spuit berukuran lebih besar dari 5 ml untuk injeksi SC atau IM. Volume yang lebih besar menimbulkan rasa tidak nyaman. Spuit berukuran lebih besar disiapkan untuk obat-obatan IV. Spuit insulin berukuran 0,5 – 1 ml dan dikalibrasi dalam unit-unit. Spuit insulin berukuran 0,5 ml dikenal sebagai spuit dosis rendah (50 mikro per 0,5 ml) dan lebih mudah dibaca. Spuit tuberkulin memiliki badan yang panjang dan tipis dengan jarum tipis yang sebelumnya telah dipasang. Spuit dikalibrasi dalam ukuran seperenambelas minims dan seperseratus ml dan memiliki kapasitas 1 mili. Perawat menggunakan spuit tuberkulin untuk menyiapkan obat yang keras dalam jumlah kecil. Spuit tuberkulin digunakan untuk menyiapkan dosis yang kecil dan tepat untuk bayi dan anak kecil. Perawat menggunakan spuit hipodermik berukuran besar untuk memberikan IV tertentu dan menambahkan obat ke dalam larutan IV. (Potter & Perry. 2005)

b.    Jarum
Beberapa jarum tidak dipasang pada spuit ukuran standar. Kebanyakan jarum terbuat dari stainless steel dan hanya digunakan satu kali. Jarum memiliki tiga bagian : hub, yang tepat terpasang pada ujung sebuah spuit; batang jarum (shaft), yang terhubung dengan bagian pusat; dan bevel, yakni bagian ujung yang miring.
Setiap jarum memiliki tiga karakteristik utama : kemiringan bevel, panjang batang jarum, dan ukuran atau diameter jarum. Bevel yang panjang lebih tajam sehingga meminimalkan rasa tidak nyaman akibat injeksi SC dan IM. Panjang jarum bervariasi dari ¼ sampai 5 inci. Semakin kecil ukuran jarum, semakin besar ukuran diameternya. (Potter & Perry. 2005)

DAPUS:
- http://nursingbegin.com/prosedur-pemberian-obat-iv/
- http://www.sehatgroup.web.id/?p=200
- Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Jakarta: EGC
"GONEFOURN....About"